Selasa, 31 Maret 2009

heuristik

Pengumpulan Sumber: Heuristik
Heuristik (dari bahasa Yunani : Heuriskein yang artinya menemukan). Jadi tahap heuristic adalah kegiatan sejarawan untuk mengumpulkan sumber, jejak – jejak sejarah yang diperlukan. Kalau kita mengingat bahwa sejarah itu terdiri begitu banyak periode dengan segala aspek kehidupan seperti : politik, ekonomi, social, kebudayaan, hukum, militer, pertanian dan sebagainya, maka kita perrlu mencari sumber yang beraneka ragam.
Untuk memudahkan dalam suatu penelitian, sumber – sumber sejarah yang begitu kompleks dan banyak jenisnya itu perlu diklerifikasi. Karena itu di dalam pembahasan tentang sumber sejarah sudah dijelaskan berbagai jenis sumber sejarah.

A. Beberapa pernyataan dasar.
Sebelum kita melakukan penelitian dan penulisan sejarah, khususnya kegiatan pengumpulan sumber – sumber sejarah, ada beberapa catatan penting yang menjadi modal untuk menjadi sejarawan professional.
1. Sejarawan “Ideal”
Seorang sejarawan yang ideal, baik sebagai sejarawan peneliti (sejarawan profesional, atau praktisi sejarah) maupun sebagai sejarawan pendidik (guru sejarah), perlu mempunyai latar belakang, kemampuan, sikap atau itikad yang menjadi kelengkapannya.
2. Enam Langkah penelitian
a. Memilih suatu objek yang sesuai;
b. Mengusut semua bukti yang relevan dengan topic;
c. Membuat catatan tentang itu apa saja yang dianggap penting dan relevan dengan topic yang ditemukan ketika penelitian sedang berlangsung.
d. Mengevaluasi secara kritis semua bukti yang telah dikumpulkan;
e. Menyusun hasil – hasil penelitian ke dalam suatu pola yang benar;
f. Menyajikan ke dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan mengkomunikasikannya kepada para pembaca.
3. Memilih Topik
a. Nilai (Value)
Topik itu harus sanggup memberikan penjelasan atas suatu yang berarti dan dalam arti suatu yang universal, aspek dari pengalaman manusia barang kali melalui pendekatan kaji kasus atau dengan mendemonstrasikan hubungannya dengan gerakan yang lebih besar.
b. Keaslian (Originality)
Jika subjek yang dipilih telah dikaji dalam penelitian yang lebih dahulu, anda harus yakin bahwa anda dapat menampilkan salah satu atau kedua – duanya :
1) Bukti baru yang sangat substansial dan signifiakan, atau suatu
2) Interpretasibaru dari bukti yang valid dan dapat ditunjukkan.
c. Kepraktisan (Practicality)
1) Keberadaan sumber – sumber yang dapat diperoleh tanpa adanya kesulitan yang tidak rasional.
2) Kemampuan untuk menggunakan dengan benar sumber – sumber itu berdasarkan latar belakang atau pendidikan anda sebelumnya.
3) Ruang cakup peneitian.
d. Kesatuan (Unity)
Setiap penelitian harus mempunyai suatu kesatuan tema atau diarahkan kepada suatu kesatuan tema atau diarahkan kepada suatu pertanyaan atau proporsi yang bulat, yang akan memberikan peneliti suatu titik bertolak, suatu arah maju ke tujuan tertentu, serta sutu harapan atau janji yang akan melahirkan kesimpulan – kesimpulan yang khusus.

muslim di afrika

a. Mauritania

Mauritania merupakan negara yang memperlihatkan integrasi yang paling kuat dalam hal identitas etnis, nasional dan identitas negara. Penduduk negara ini seluruhnya Muslim dan mengidentifikasikan diri sebagai negara Islam. Melalui perjanjian Paris sejumlah kekuatan Eropa mengakui pemerintahan Perancis atas Senegal dan beberapa daerah di Sahara Atlantik, termasuk beberapa wilayah yang sekarang menjadi wilayah Mauritania. Kehadiran Perancis berpengaruh kuat terhadap system politik Mauritania. Perancis memandang suku hassani sebagai elite politik, memberikan subsidi kepada mereka, melembagakan otoritas mereka sebagai penghubung antara pemerintah Perancis dan masyarakat umum.

Perancis juga menghentikan aktivitas perampsan tradisional sehingga mewajibkan warga Hassani mengambil alih kegiatan penggembalaan dan perdagangan. Hal ni mengakibatkan mereka mengabaikan kesukuan keagamaan yang merupakan sebagian dari fungsi tradisional mereka. Antara tahun 1902 dan 1934 Mauritania menentang peleburan diri ke dalam imperium Perancis. Serangkaian pemberontakan local dapat dikalahkan oleh Perancis sehingga mengakibatkan rakyat Mauritania menghentikan pemberontakan dan menerima kolaborasi dengan Perancis untuk melindungi kepentingan keagamaan dan ekonomi mereka.

Menjelang kemerdekaan Mauritania, muncul banyak partai di kalangan masyarakat Mauritania. Partai-partai tersebut antara lain, Entente Mouritanienne yang didirikan pada tahun 1948. Partai ini mendapat tentangan dari Union Progressiste Mouritanienne (U.P.M). Partai U.P.M sendiri terpecah dan ada yang memisahkan diri dan membentuk Association de la Jeunesse Mouritanienne yang lebih lantang menuntut kemerdekaan. Terbentuknya berbagai partai di Mauritania memperlihatkan adanya perselisihan di dalam masyarakat Mauritania antara elite tradisional dan politisi modern. Namun isu utama adalah bagaimana melestarikan identitas Mauritania dengan menghindarkan penyerapan ke dalam bangsa Arab maroko Utara atau ke dalam bangsa Senegal dan Sudan selatan. Mauritania merdeka pada tahun 1958 sebagai Republik Islam Mauritania.

Mauritania merdeka dengan memiliki kesatuan elite nasional yang memerintah masyarakat yang sangat segmenter. Setelah merdeka terjadi penyatuan partai politik antara Entente dan U.P.M, sehingga membentuk partai baru yang diberi nama Parti du Regroupement Mouritanienne. Namun pada tahun 1961 berganti nama menjadi Mouritanienne People Party. Dengan demikian komunitas segmenter tradisional dalam masyarakat Mauritania telah disatukan dalam rezim tunggal. Perpecahan masyarakat traisional secara pelan-pelan dapat diatasi melalui pembentukan sebuah komunitas yang lebih menyatu di bawah rezim tunggal yang menggunakan sebuah bahasa metropolitan dan menjanjikan identitas Islam.

b. Senegal

Senegal pada dasarnya merupakan rezim non Muslim sekuler yang memerintah sebagian besar penduduk Muslim. Meskipun rezim ini dipengaruhi oleh kultur politik Eropa dan dijalankan oleh elite non Muslim, sebagian penduduknya terdidik dalam thariqat sufi. Senegal dijalankan melalui kolaborasi antar elite negara dan elite sufi. Senegal mewakili sebuah upaya untuk mendaur ulang pola hubungan suportif klasik antara negara Muslim dan organisasi komunal Muslim.

Pemerintahan Perancis turut menyokong penyebaran Islam. Dengan mengambil sikap pragmatis terhadap kaum Muslim dan memandang mereka sebagai kelompok yang berperadaban tinggi, berpola hidup produktif dan cakap di bidang adminitrasi. Perancis memanfaatkan warga Muslim sebagai juru tulis, dan menjadikan kepala-kepala kampung sebaga perantara serta mengijinkan menjalankan hukum Islam. Di bawah pemerintah Perancis para ulama mengembara dari satu tempat ke tempat lain, guna menyampaikan pengajaran, mendirikan sekolah dan membentuk perkumpulan Muslim. Meskipun demikian Perancis mencemaskan Muslim sebagai lawan politik mereka. Untuk itu Perancis berusaha menjaga agar kekuatan Muslim tidak terorganisir dan tetap dibawah control Perancis.

Perancis membuat undang-undang nyang mengharuskan guru sekolah mendapatkan surat izin dan memilikii kecakapan dalam berbahasa Perancis. Tahun 1908 Perancis melarang peredaran surat kabar berbahasa Arab dan berusaha mengembangkan organisasi etnis dan territorial untuk memecah komunitas Muslim. Tahun 1911 bahasa Perancis wajib digunakan dalam lembaga peradilan Muslim dan para wali dilarang mengumpulkan zakat. Semua hal diatas dilakukan untuk mencegah kekuatan komunitas Islam bersatu menjadi lebih besar.

Namun semua kebijakan tidak diterapkan secara konsisten, karena setelah perang dunia I Perancis beralih kepada kebijakan yang memberikan dukungan secara selektif terhdap tokoh-tokoh Muslim. Sebagai imbal baliknya, para sufi mendukung upaya Perancis dalam menciptakan situasi yang tenang, mengumpulkan kesatuan-kesatuan tentara, mengumpulkan pajak serta meningkatkan produksi pertanian. Elite muslim menyesuaikan diri terhadap realitas pemerintahan Perancis dengan menghentikan militansi politik yang digantikan dengan kegiatan peribadatan, pendidikan, usaha perekonomian dan membentuk struktur thariqat Muslim .

Thariqat terbesar dan termasyhur di Senegal adalah Thariqat Muridiyah yang didirikan tahun 1886 oleh Ahmad Bamba seorang wali dari Wolof. Ia berpendapat berperang melawan Perancis adalah hal yang sia-sia dan menganjurkan beralih dari peperangan ke pekerjaan yang lain. Syaikh Ibra Fall seorang mantang pejuang yang bersumpah setia kepada Ahmad Bamba, berusaha untuk pengikut militernya ke dalam thariqat Muridiyah. Kepatuhan Ibra Fall menandai dominasi colonial dan kepemimpinan Muslim sebagai syarat utama bagi kelestarian masyarakat Wolof. Hubungan yang saling mendukung antara kekuatan spiritual dan kekuatan duniawi menyokong pembentukan sebuah thariqat yang lebih persuasive bagi sejumlah warga Senegal.

Namun Ahmad Bamba dalam waktu yang lama dicurigai oleh pihak Perancis sebagai penyebar aspirasi politik dan territorial. Karena hal itu ia sering diasingkan pada tahun 1895, 1902 dan 1907. Namun pada tahun1912 pihak Perancis dapat menerima bahwa ia seorang tokoh spiritual dan ekonomi dan mengizinkannya pulang ke Diourbel.

Memang sebagian besar pendukung Thariqat Muridiyah adalah petani, namun thariqat ini juga menarik simpati orang-orang yang tidak memiliki tanah, pemuda penganggur yang bekerja magang pada perkumpulan pertanian. Hal ini mengakibatkan kalangan pendukung thariqat Muridiyah menjadi sangat popular. Pada tahun 1912 thariqat ini memiliki 68.000 pendukung dan pada tahun 1960 pendukungnya bertambah menjadi 400.000 anggota. Pada saat itu sepertiga dari warga Wolof dan seperdelapan warga Senegal menjadi anggota thariqat ini.

Dalam thariqat ini amalan Islam kurang dipentingkan. Meskipun mereka puasa Ramadhan, tetapi shalat wajib dan ibadah puasa yang lainnya kurang dperhatikan. Thariqat Fall (cabang muridiyah) secara mencolok bersifat non-ortodoks dan non-kompromis. Keturunan Ibra fall tidak melaksanakan shalat atau ritual islam lainny, tetapi mereka meyakini melalui sikap kepasrahan dan bekerja serta melalui sikap lemah lembut dan praktik magis mereka dapat meraih berkah agama.

Pada saat yang sama ketika masyarakat Senegal diorganisir oleh thariqat sufi, kalangan professional dan elite perkotaan non-Muslim mengambil alih perjuangan kemerdekaan. Senegal memiliki sejarah elite politik yang berakar sejaj abad 19. Elite Senegal terlibat dalam pemerintahan Perancis, bekerja pada perusahaan Eropa dan akhirnya mewarisi kekuasaan negara. Dengan tercapainya kemerdekaan Senegal pada tahun 1960, Senegal diperintah oleh elite non-Muslim yang berpendidikan Perancis yang dipimin oleh Leopold Senghor dan partai Union Progressiste Senegalaise. Namun Senegal merupakan negara yang masyarakatnya menyatu karena bahasa Wolof digunakan oleh 80% penduduk dan dikarenakan sebagian besar warga Senegal adalah Muslim.

Pemerintahan Senegal yang merdeka dikepalai seorang presiden terpilih yang mengangkat sejumlah menteri. Di dalamnya terdapat sebuah pengadilan yang otonom. Senghor memimpin dari 1960 sampai 1980. Pada tahun 1964 Senghor menkonsolidasi kekuatan dan mengeliminir lawan-lawannya, pada tahun 1966 ia memutuskan Senegal sebagai negara sosialis dengan satu partai. 1966 sampai 1976 U.P.S menjadi partai resmi satu-satunya dalam negara Senegal, dan sejumlah thariqat menyatukan diri sebagai sebuah faksi dalam partai yang berkuasa tersebut. Dari tahun 1976-1980 Senghir mengizinkan pembentukan politik multi partai dan pemilihan umum. Setelah pemberhentian Senghor, untuk pertama kalinya Senegal diperintah seorang Muslim yaitu Abdu Diouf.
Senegal pasca kemerdekaan adalah negara sekuler ayang mayoritas penduduknya Muslim. Penduduk ini diorganisir ke dalam sejumlah thariqat sufi yang merupakan basis bagi organisasi ekonomi bagi warga pedalaman. Rezim negara dijalankan melalui kolaborasi dengan tokoh-tokoh agama yang menjadi perantara dengan masyarakat umum. Sejumlah thariqat sufi mengorganisir ekonomi kacang-kacangan yang prodiuktif dan memberikan dukungan politik kepada para pejabat di wilayah pedalaman. Thariqat Muslim tersebut selanjutnya menjadi bagian intergral bagi system politik Senegal.

Pada saat yang sama, urbanisasi yang terjadi di Senegal menimbulkan pesatnya pertumbuhan penduduk yang mulai meragukan otoritas magis para tokoh pedalaman. Di beberapa kota muncul minat terhadap bahasa Arab dan bentuk keyakinan Islam yang menitik beratkan pengamalan shalat, haji, perilaku etik, dan minat intelektual yang berdampingan dengan penekanan emosi keagamaan. Perpindahan itu membentuk Cultural Union Muslim (perkumpulan kebudayaan Muslim) pada tahun 1953. Perkumpulan ini mensponsori pengajaran bahasa Arab dan sekolah-sekolah Muslim, menentang kolonialisme, kapitalisme, dan pengaruh sufi pedalaman.

c. Nigeria

Islam di Nigeria utara telah berkembang sebagai agama elite sejak abad 15. Khilafah Sokoto mengkonsolidasikan identitas elite politik Muslim dan menjadikan Islam sebagai agama mayoritas penduduk. Para emir bertanggung jawab menerapkan keadilan, mereka mengangkat mallam sebagai pemimpin shalat, memimpin pelaksanaan perayaan dan saran sehubungan hukum agama. Secara tidak resmi para emir manjadi penengah dalam persengketaan local.

Tahun 1922 Inggris membangun perguruan katsina sebagai sekolah lanjutan modern. Bahasa inggris dijadikan pelajaran wajib, dan bahasa Arab dimasukkan menjadi bagian dari kurikulum. Pengajaran Al-Quran disampaikan oleh para mallam dengan gaji dari pemerintah Inggris. Sekolah Hukum Kano mengajarkan kurikulum yang seluruhnya Islam. Meskipun secara politik bersifat konservatif, pemerintahan Inggris membangkitkan perubahan besar di bidang ekonomi dan sosial. Pembangunan sejumlah jalan raya dan jaringan kereta api, pengembangan pertanian ekspor seperti kacang-kacangan dan kapas, mengantarkan petani Nigeria utara menuju pasar internasional.

Perkembangan ekonomi menimbulkan berbagai perubahan penting dalam struktur sosial. Kano menjadi pusat pasar Nigeria utara dan sebagai pusat pedagang yang berkembang pesat. Dengan demikian penduduk kota ini terbagi menjadi sejumlah kelompok etnis, bahasa, dan kelas. Struktur kelas terbagi menjadi elite Fulani yang berkuasa, pedagang Hausa yang kaya raya, pegawai negeri yang senior, pedagang kelas menengah dan masyarakat umum.
Selama satu abad lebih, Lagos menjadi pusat utama komunitas dan pergerakan muslim. Pada tahun 1861 kota ini menjadi bagian dari kkoloni Inggris. Pihak Inggris membantu menyelesaikan persengketaan dikalangan Muslim dan meraih reputasi lantaran bersikap tidak memihak dalam menyelesaikan perkara internal Muslim. Para pejabat Inggris bahkan melindungi sejumlah masjid. Pihak Inggris menimbulkan tantangan besar terhadap terhadap komunitas Muslim dengan memperkenalkan system pendidikan Barat dan Pendidikan Kristen. Oleh karena itu, ketika pada tahun 1896 Inggris membentuk sebuah pemerintahan yang memberikan subsidi sekolah-sekolah Muslim dengan system campuran antara kurikulum Barat dan Muslim, maka pihak Muslim memberikan respon terhadap hal ini sebagai ancaman cultural Barat dan Kristen dan membentuk komunitas pendidikan sendiri.
Kota Ibadan menggambarkan tipe struktur Muslim yang berbeda. Sebelum kemerdekaan Nigeria, Ibadan memiliki dua komunitas, yakni komunitas Yoruba dan komunitas Hausa. Komunias Yoruba-Muslim diorganisir di bawah otoritas seorang kepada iman dan beberapa pimpinan bawahannya. Sekalipun demikian, komunitas Muslim-Yoruba tidak hidup secara eksklusif melainkan menjalani hubungan sosial yang baik dengan warga Yoruba non-Muslim, termasuk melaksanakan seremoni bersama di gereja dan masjid. Disamping komunitas Muslim-Yoruba juga terdapat komunitas Muslim Hausa.
Pada abad ke-12 kehidupan para penguasa Hausa di Ibadan membentuk sebuah perkampungan untuk mereka sendiri, yang dihuni para migran dari Negeria utara, istri-istri dan gunddik mereka. Pihak Inggris dan mayoritas warga Yoruba mendukung embentukan perkampungan tersebut dibawah seorang kepala suku Hausa sebagai cara menertibkan komunitas migrant gelandangan yanh tidak hanya melibatkan para penjaja keliling, termasuk juga kalangan saudagar, bahkan para pencuri, pengemis dan penyandang problem sosial lainnya.
Pada tahun 1940-an dan 1950 masyarakat yang didominasi oleh kepala kampung dan tuan tanah tersebut terganggu oleh bangkitnya gerakan nasionalis. Disintregasi kekuasaan Inngris memaksa Hausa memcari dukungan dari parati-partai politik Nigeria. Hal ini akhirnya mengancam kelangsungangan solidaritas Hausa dan monopoli perdagangan Hausa. Dengan demikian antara tahun 1950 dan 1952, setelah terilhami oleh kunjungan Ibrahim Niass, seluruh komunitas Hausa bergabung sepenuhnya dengan thariqat Tijaniah. Kesadaran keagamaan baru tersebut juga mengubah sifat otoritas di dalam komunitas Hausa. Sekarang Mallan mempunyai peran penting sebagai guru untuk meluruskan praktek keagamaan Muslim.
Pembentukan negara nasional negeri yang mengantarkan wilayah utara dan selatan kepada framework politik yang sama secara amat mencolok dalam mengubah politik islam. Negara Nigeria sendiri memiliki sejarah yang penuh huru-hara. Lantaran menguatnya perbedaan atnis, keagamaan, dan perbedaan regional, maka amat sulit upaya penyatuan wilayah utara dan selatan kedalam nigeri merdeka. Nigeria merseka tahun 1960, tetapi pada tahun 1965 sejumlah kegagalan pemerintah dan penyelewengan para politisi hampir membangkitkan permusuhan semua kalangan. Pada tahun 1966 berbagai kekacuan di seluruh negeri, dan perlawananterhadap pemerintah dan federal diwilayah barat, mengantarkan jenderal Ivonsi meraih kekuasan pemerintahan. Ia berusah menyatukan dinas sipil disejumlah wilyah sebagai sebuah upaya untuk memberikan kekuasaan negeri kepada warga Ibo. selanjutnya sejumlah kerusuhan mengantarkan colonel Gowon meraih kekuasaan, yang memaklumatkan sebuah konstitusi baru yang membagi Nigeria menjadi dua belas negara kecil untuk memenuhi kepentingan minoritas dan mengurani kekuasaan blok utara dan selatan.
Selanjutnya antara tahun 1970 dan 1975 sejumlah kecemasan wilayah selatan terhadap dominasi wilayah utara menyulut pemberontakan baru lantaran terpicu adanya kerjasama diantara negara utara dan adanya sebuah sensus yang menunjukkan bahwa wilayah utara memiliki mayoritas penduduk. Pada tahun 1976 rezim Gowon digulingkan dan digantikan oleh pemerintahan baru militer. Setelah beberapa tahun terombang-ambing antara konsep federal dan kesatuan negara Nigeria, komisi konstitusional mencoba menciptakan system partai nasional, jabatab preisden yang kuat, dan keragaman negara-negara kecil local yang tidak dapat melawan pemerintahan pusat. Pada pemilihan umum tahun 1979 sebagian besar partai berjanji menyatukn perusahan swasta dan dukungan negara bagi pendudukan negara bagi pendidikan. Partai nasional Nigeria, mewakili sejumlah elit muslim di wilayah utara memenangkan namun, kup baru pada tahun 1984 mengembalikan kekuasaan kepada militer, Nigeria belum menemukan pemerintahan yang stabil, baik militer maupun sipil. Dibalik instibalitas ini militer pasca 1966 secara progresif menguat negara Nigeria. Eksploitasi terhadap Nigeria menyebabkan pendapatan sangat banyak pada negara federal. Kontek politik yang berubah-ubah secara amat mencolok telah mengubah peran islam di Nigeria secara keseluruhan.
Kemudian pada tahun 1970-an sejumlah elit muslim utara harus bersekutu dengan non-muslim selatan untuk mempertahankan posisi politik mereka. Demikianlah pada tahun 1970-an telah terjadi peningkatan perhatian terhadap identitas nasional Nigeria, sebagai tandingan ikatan keagamaan dan teritorial

sejarah pariwisata zaman orde lama 1945-1965

A. Kegiatan Pariwisata Masa Periode 1945-1955

Setelah sekian lama terhenti kegiatan pariwisata di Indonesia dikarenakan terjadinya Perang Dunia II dan pendudukan Jepang, hal ini berlanjut terus ke masa mempertahankan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Meskipun begitu, Pemerintah Indonesia cukup tanggap untuk segera mengatasi dan memeberikan perhatian terhadap sektor kepariwisataan yang sebagai salah satu sektor penunjang perekonomian Negara.

Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah sewaktu berkecamuknya revolusi pada tahun 1946 dibentuk Hotel dan Tourisme (HONET) atas surat keputusan wakil presiden (Drs. Moh. Hatta) di dalam lingkungan Kementrian Perhubungan. Yang bertugas untuk melanjutkan pengelolaan hotel-hotel bekas milik Belanda. Tindakan pertama yang dilakukan oleh Honet adalah mengganti nama hotel-hotel bekas Belanda di Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Cirebon, Sukabumi, Malang, Sarangan, Purwokerto, dan Pekalongan, menjadi Hotel Merdeka. Akan tetapi setelah perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) ditandatangani (1949), semua perusahaan bekas milik Belanda yang dinasionalisir, harus dikembalikan kepada pemiliknya semula. Termasuk hotel-hotel Merdeka dengan demikian Honet tidak mempunya fungsi lagi sehingga dibubarkan.

Setelah Honet dibubarkan, pada tahun 1952 dikeluarkan Keppres Pembentukan Pnaitia Inter-Depertemental Urusan Tourisme, yang bertugas untuk mengusahakan kemungkinan dijadikannya Indonesia sebagai Tourist Destination atau daerah tujuan wisata (DTW). Dikarenakan para pengurus tersebut tidak dapat bekerja maksimal. Maka pada tahun 1953 didirikan suatu organisasi bernama Serikat Gabungan Hotel dan Tourisme Indonesia atau disingkat Sergahti. Sergahti beranggotakan hampir seluruh hotel utama di Indonesia. Dengan komisaris-komisaris wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Kalimantan, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara. Usia organisasi ini tidak lama hal ini dikarenakan para pengurusnya merasa gagal dalam menjalankan misi mereka yakni misi mengosongkan penghuni tetap di hotel-hotel itu. Selain itu, tidak berhasil menyelesaikan masalah penetapan harga atau tariff hotel (hotel prijsbeheering) yang diberlakukan oleh pihak pemerintah.

B. Kegiatan Pariwisata Masa Periode 1955-1965

Tahun 1955 merupakan batu loncatan atau bisa dsebut juga sebagai tonggak sejarah bagi perkembangan pariwisata di Indonesia. Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahun itu yang sedikit banyak berpengaruh pada perkembangan kepariwisataan di Indonesia.

Konferensi Asia-Afrika (KAA) yang berlangsung di Bandung tanggal 18-24 April 1955 berpengaruh positif pada bidang kepariwisataan Indonesia. Negara kita menjadi makin dikenal secara Internasional sehingga sedikit demi sedikit banyak meningkatkan pula jumlah kunjungan wisatawan asing ke Indonesia.

Bank Industri Negara, yang sekarang menjadi Bank Pembangunan Indonesia atau Bapindo, pada tahun 1955 mendirikan sebuah perusahaan yang bersifat komersil yang berbama PT NATOUR Ltd (National Hotels & Tourism Corp Ltd). PT NATOUR kemudian memiliki Hotel Trasaera di Jakarta, Hotel Bali, Shindu Beach Hotel, dan Kuta Beach Hotel di Bali, Hotel Garuda di Yogyakarta, Hotel Simpang di Surabaya, dan berbagai Hotel lainnya di seluruh Indonesia. Sebagai salah satu anak perusahaan dari sebuah bank milik pemerintah, maka PT NATOUR dengan sendirinya merupakan sebuah perusahaan milik Negara yang kemudian dikenal dengan sebutan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pada Desember 1993 Direksi PT NATOUR disatukan dengan PT Hotel Indonesia Internasional (HII) yang juga berstatus BUMN.

Pada tahun 1955 dalam lingkungan kementrian Perhubungan dibentuk Direktorat Pariwisata. Himpunan Perintis Kepariwisataan dalam naskah yang berjudul Sejarah Pertumbuhan dan Kepariwisataan Indonesia menyebutkan Biro Tourisme, yang dipimpin oleh Soeganda. Pada tahun 1964, kedudukan Soeganda sebagai pimpinan direktorat Pariwisata digantikan oleh G. Sudiono.

Perkembanganperkembangan tersebut berhasil meningkatkan semangat dan gairah orang-oranmg yang berminat terhadap kepariwisataan. Kemudian lahirlah Yayasan Tourisme Indonesia (YII) yang bersifat non-komersial. Tujuan utamanya adalah untuk membina dan mengembangkan industri pariwisata secara lebih efektif guna menunjang perekonomian Negara Indonesia.

Dalam naskah sejarah pertumbuuhan kepariwisataan Indonesia tidak dicantumkan tanggal pendirian Yayasan Tourisme Indonesia (YII), namun hanya ada tahun dan tempat kelahiran organisasi tersebut, yaitu tahun 1955 di Grand Hotel du Pavillon di Jakarta. Kemudian diganti menjadi Hotel Majapahit dan kini dibongkar menjadi tempat parker gedung Sesneg. Pendanaan YTI diperoleh dari sumbangan-sumbangan para anggotanya dan para donator yang sekarang biasa disebut sponsor. Dalam waktu yang singkat YTI telah berhasil membuka cabang-cabang di berbagai daerah di Indonesia. Dengan semangat yang menggebu-gebu YTI melakukan kampanye “sadar wisata” untuk memasyarakatkan pariwisata.

“Sadar Wisata” untuk “Memasyarakatkan pariwisata” adalah jargon pariwisata yang baru timbul menjelang akhir tahun 1990. namun demikian secara substansial kegiatan itu telah dilakukan sejak tahun 1955 oleh YTI. Dalam kampanye sadar wisata itu, S. Brata dengan seluruh korp wartawan ibu kota memagang peranan yang besar sehingga telah menciptakan iklim demam tourisme selama beberapa tahun kemudian. YTI juga menjalin hubungan dengan organisasi-organisasi kepariwisataan Interbasional dan menjadi anggota dari Pcific Area Tourism (PATA) dan ASTA.

Dengan keberhasilan tersebut, YTI kemudian mengajukan permohonan kepada pemerintah agar diakui sebagai satu-satunya badan yang mendapat tugas untuk membina dan membimbing kepariwisataan di Indonesia. Menteri Perhubungan Suchyar Tedjasusmana bersedia memberikan pengakuan itu dengan syarat agar YTI menyelenggarakan kongres lepariwisataan yang bersifat nasional.

Musyawarah Nasional Tourisme I tersebutmenghasilkan sebuah wadah tunggal swasta yang bergerak di bidang kepariwisataan, yaitu Dewan Tourisme DTI mendapat pengakuan dari pemerintah sebagai satu-satunya badan sentral swasta. Bersifat non-komersial dan bertindak sebagai wakil dari badan atau lembaga yayasan di daerah untuk membantu dan mendampingi pemerintah dan mengurus soal-soal kepariwisataan.

Penggunaan nama Dewan Tourisme Indonesia nampaknya meruoakan sebuah kompromi yang tercapai antara YTI dengan organisasi-organisasi kepariwisataan non-YTI. Dari hasil kompromi tersebut mamka seluruh organisasi kepariwisataan meleburkan diri menjadi satu kedalamwadah baru, yaitu DTI. Namun pada tahun 1961 DTI berubah nama menjadi Dewan Pariwisata Indonesia (Depari).

Senin, 30 Maret 2009

INTERPRETASI

INTERPRETASI (PENAFSIRAN)
Dalam penulisan sejarah ada tiga bentuk teknis dasar tulis-menulis yaitu deskripsi, narasi, dan analisis. Ketika sejarawan menulis – sebenarnya merupakan keinginannya untuk menjelaskan (eksplanasi) sejarah – ada dua dorongan utama yang menggerakkannya yakni mencipta-ulang (re-create) dan menafsirkan (interpret). Dorongan pertama menuntut deskripsi dan narasi, sedangkan dorongan kedua menuntut analisis. Sejarawan yang berorientasi pada sumber-sumber sejarah saja, akan menggunakan porsi deskripsi dan narasi yang lebih banyak, sedangkan sejarawan berorientasi kepada problema, selain menggunakan deskripsi dan narasi, akan lebih mengutamakan analisis. Akan tetapi apapun cara yang dipergunakan, semuanya akan bermuara pada sintesis.
Ketika para sejarawan menulis, disadari atau tidak, diakui atau tidak, dinyatakan secara eksplisit atau implisit, mereka berpegang pada salah satu atau kombinasi beberapa filsafat sejarah tertentu yang menjadi dasar penafisirannya. Bagi sejarawan yang enggan menggunakan istilah filsafat sejarah. Mungkin akan menyebutnya “acua kerja” (frame of reference), “perhatian” (Interest), atau “tekanan” (emphasis). Adapun filsafat sejarah bertujuan untuk memberikan arti atau makna kepada seluruh sejarah kegiatan manusia, kepada pola keseragaman (uniformity) dan keragaman (variety) dari gerak-gerak kegiatan manusia pada masa lalu. Dengan demikian filsafat sejarah itu merupakan :
1. Suatu petunjuk (guide) bagi suatu penafsiran yang valid dari materi sejarah;
2. Suatu pemahaman mengenai penyebab dan keberartian (signifikansi) dari peristiwa-peristiwa dan lembaga-lembaga yang dicatat dalam materi sejarah.
Adapun yang dapat dianggap sebagai faktor-faktor, tenaga-tenaga tetap dan mendasar dalam sejarah manusia ialah:
1. Manusia
Sejarah adalah kajian tentang kegiatan-kegiatan manusia yang merupakan manifestasi dari pikiran, perasaan, dan perbuatannya pada masa lalu. Dengan demikian manusia menjadi faktor dan pemegang peran utama.
2. Geografi
Bumi merupakan dunia fisik dimana manusia hidup dan sejarah berlangsung; bumi atau dunia seringkali diumpamakan sebagai panggung sejarah dan manusia sebagai pemegang peran utamanya.
3. Kebudayaan
Lingkungan kultural dimana manusia hidup di dalamnya. Manusia sebagai makhluk pada umumnya memerlukan kebutuhan-kebutuhan primer maupun sekunder supaya dapat bertahan hidup dan meningkatkan taraf hidup.
4. Supranatural atau Merafisik
Karena manusia adalah makhluk Tuhan, asal-usul dan tujuan hidupnya ditentukan oleh-Nya, maka bagi manusia yang percaya, Tuhan mempunyai kepentingan di dunia ini, pada manusia dan kegiatannya.
Bentuk-bentuk penafsiran deterministrik adalah:
1. Para sejarawan dari tipe Darwinisme sosial bermaksud menciutkan sejarah menjadi suatu ilmu fisik dengan memilih sesuatu yang bersifat fisik pada diri manusia (etnologis, keturunan, ras) sebagai faktor pengontrol dalam sejarah masyarakat dan bangsa-bangsa.
2. Penafsiran Geografis
Kelompok sejarawan ini juga melihat dari segi fisik sebagai pembuat sejarah dan dengan demikian mengecilkan peranan manusia. Mereka mencari kunci sejarah dalam lingkungan fisik di luar manusia, seperti faktor-faktor geografis: iklim, tanah.
3. Interpretasi Ekonomi
Filsafat sejarah lain yang juga deterministik ialah cara produksi (made of production) dalam kehidupan ekonomi suatu bangsa menentukan karakter umum sejarah bangsa itu seperti pola-pola politik, sosial, agama, kebudayaan.
4. Penafsiran “Orang Besar”
Para sejarawan dari kelompok Romantis seperti dua orang sejarawan Inggris Thomas Carlyle dan James A. Froude berpendapat bahwa yang menjadi faktor penyebab utama dalam perkembangan sejarah ialah tokoh-tokoh orang besar.
5. Penafsiran Spiritula atau Idealistik
Penafsiran ini erat hubungannya dengan peran jiwa, ide manusia dalam perkembangan sejarah.
6. Penafsiran Ilmu dan Teknologi
Penafsiran ini mencoba melihat kemajuan manusia mempunyai hubungan langsung dengan kemajuan ilmu alam dan teknologi.
7. Penafsiran Sosiologis
Penafsiran ini mencoba melihat asal-usul, struktur dan kegiatan masyarakat manusia dalm interaksinya dengan lingkungan fisiknya; masyarakat dan lingkungan fisik bersama-sama maju dalam suatu proses evolusi.
8. Penafsiran Sintesis
Penafsiran ini mencoba menggabungkan semua faktor atau tenaga yang menjadi penggerak sejarah.

Kerajaan Angkor

AWAL BERDIRINYA KERAJAAN ANGKOR
A. ASAL MULA KERAJAAN ANGKOR

Karena tidak ada peninggalan tertulis, maka diperkirakan Angkor lahir dari dalam lingkungan Khmer sendiri, bukan karena Tchen-la diduduki secara militer. Dari sudutsejarah, faktor berdirinya Angkor diketahui berasal dari luar yaitu pengaruh dari Nusantara.
1. Sriwijaya dan Dinasti Sailendra
Dengan Sriwijaya memiliki hegemoni perdagangan seperti Fu-nan dan dapat menggantikannya dan berkat hal itu, dapat menguasai laut-laut selatan, mungkin karena hal tersebut Tchen-la terpaksa meninggalkan kekuasaan atas laut. Mulai perempat kedua abad-8 Masehi kekuasaan beralih ke Jawa Tengah dimana berkembang dinasti Syailendra yang kuat.
Raja-raja Sailendra menganggap dirinya keturunan langsung raja-raja Fu-nan, yang berlindung di Jawa setelah negeri mereka ditaklukkan oleh Tchen-la. Mereka mendapat julukan “Raja Gunung” dan menggunakan gelar Maharaja, karena menganggap diri sebagai penakluk dunia. Mereka menjatuhkan salah seorang raja terakhir dari kerajaan Tchen-la yang tengah memudar. Di negari itu mereka memiliki semacam kekuasaan, karena diakui oleh orang Khmer sendiri pada waktu pendirian Angkor.
2. Ekspansi Peradaban Jawa
Cemerlangnya kesenian Buddha zaman sailendra, hal itu mencerminkan perkembangan agama Budha Mahayana yang dimulai pada zaman dinasti Pala di India, dan disebarkan oleh orang Jawa dan Sumatera. Kesenian itu muncul di Semenanjung Malaya dalam bentuk arca gaya Sriwijaya. Menjelang pertengahan abad ke-8 M, ada dua torso Awalokiteswara yang luar biasa bagusnya yang ditemukan di Chaiya. Karya-karya ini, walaupun menunjukkan pengaruh kesenian Jawa, memperlihatkan juga pengaruh kesenian pala yang jelas sekali. Kemungkinan besar patung-patung ini dikenal oleh seniman-seniman Angkor yang pertama. Ritus kerajaan sailendra dan unsur-unsur Hindu tradisional yang tersembunyi di Jawa Timur, gelar “Raja Gunung”, pemujaan raja-raja yang telah meninggal dan pemujaan kepada lingga sebagai symbol kekuasaan, semua itu merupakan salah satu asal-usul dari institusi-institusi kerajaan Angkor.
B. RAJA MASA AWAL KERAJAAN ANGKOR
1. JAYAVARMAN II

Pengaruh secara langsung dialami oleh Jayavarman II yang pernah hidup di jawa. Raja itu mempunyai hubungan keluarga agak jauh dengan dinasti-dinasti Kamboja yang terdahulu. Ia tinggal di istana dinasti Sailendra, ia pulang ke kamboja menjelang tahun 790 M.
Raja baru itu mulai mempersatukan wilayah Tchen-la yang terpecah-pecah. Tahapan penaklukannya mengambil wujud sebanyak ibu kota yang didirikannya: mula-mula Indrapura, disebelah timur Kompong Cham lalu menuju propinsi-propinsi sebelah utara danau-dana, yang kelak akan menjadi pusat kekuasaannya. Pada tahun 802 M, ia membangun Mahendraparvata, di Phnom Ku-len, sekitar 30 km sebelah timir laut Angkor.
Tempat itu dipilih dengan pertimbangan khusus. Pada dasarnya wilayah itu tidak layak huni, dan dengan cepat akan ditinggalkan, hal ini bersifat simbolis agar Ia menjadi “Raja Gunung” dan penguasa universal, Jayawarman II telah memilih begitu saja sebuah gunung yang mirip Gunung Meru, tempat bersemayam para dewa disekitar Indra, raja mereka. Secara khusus ia mendatangkan seorang pendeta brahmana untuk membacakan teks-teks suci dan membangun lingga dewa maha mulia. Lingga tersebut, merupakan sumber kekuasaan dan tempat tinggal jiwa sang raja, kelak menjadi lambang kerajaan Khmer. Dengan tindakannya tersebut menjadikan kambuja tidak lagi bergantung pada Jawa dan tinggal hanya seorang penguasa yang universal. Setelah itu Jayavarman II tetap di Roluos dan meninggal di situ pada tahun 850 M. putranya Jayavarman III menggantikannya dan menetap disitu sampai tahun 877 M.
Ternyata bahwa Jayavarman II benar-benar pendiri kekuasaan Angkor, dan bukan hanya dari segi politik saja, tetapi juga dari segi Keagamaan. Pemerintahan Jayavarman II yang diperkuat oleh pemerintahan anaknya, telah mengubah sama sekali jalannya evolusi Kerajaan Khmer. Negeri itu menyatu lagi di bawah kekuasaan tunggal, yang kokoh, dan tak tertandingi.
2. INDRAVARMAN
Pengganti kedua pendiri Angkor Indravarman (877-889 M) berjasa membina dasar yang kokoh untuk kekuasaan Ankor, baik dalam bidang politik maupun sosial dan ekonomi. Otoritasnya diakui sampai ke Cochin-Cina, sampai ke U-Bon di Siam, bahkan mungkin ke Champa. Selaku penganut ajaran Siwa yang kuat, ia berusaha mengembangkan pemujaan kepada raja yang telah meninggal, yang dimulai oleh Jayawarman II, yang mungkin atas pengaruh Jawa.
3. YASOVARMAN
Yasovarman, putra Indravarman menggantikannya pada tahun 889M. Dari ibunya, ia adalah keturunan keluarga kerajaan Fu-nan yang palin tua. Gurunya seorang Brahmana, anggota keluarga pendeta yang ditugasi Jayavarman II untuk mengurus pemujaan lingga kerajaan. Sebagai putra Indravarman, dan pewaris raja-raja universal Fu-nan,serta pengikut gagasan-gagasan Jayavarman II, dalam dirinya terkumpul semua kelebihan-kelebihan yang telah membawa kepada kelahiran Angkor.

PERKEMBANGAN KERAJAAN ANGKOR
A. HEGEMONI KHMER
1. KOH KER

Harshavarman I, saudara kandung Yasovarman, menggantikannya pada tahun 900 M dan memerintah sampai sekitar tahun 921 M. Sejak tahun 921 M, pamannya Jayavarman IV, memberontak dan membangun sebuah ibukota baru di Chok Gargyar sekarang Koh Ker sekitar 70 km disebelah timur laut Angkor.
Seperti para pendahulunya, Jayavarman IV adalah seorang pengagum Siwa. Di ibu kotanya yang baru ia membangun sebuah lingga suci, suatu pengulangan tindakan Jayavarman II yang membangun Angkor, mungkin dengan tujuan sama yakni merayakan keberhasilannya merebut kekeuasaan. Ia wafat pada tahun 941 M dan putranya tetap memerintah di Koh Ker samapi tahu 941 M.
2. KEMBALI KE ANGKOR
Rajendravarman (944-968 M), kemenakan si perampas kuasa dan juga Yasovarman, kembali ke kota itu begitu ia naik tahta. Kepulangan itu lebih bermakna lagi karena raja baru itu, menurut garis keturunan ibu, adalah pangeran penguasa di pusat bekas Tchen-la itu. Dengan pilihannya itu menandai putusnya hubungan dengan tanah asal orang kambuja dan pemindahan secara permanen ke dataran rendah orang-orang khmer beserta penguasa atas seluruh wilayah selatan Indocina. Untuk menebus kepergiannya, menurut tradisi dari zaman Indravarman, ketika baru saja tiba kembali di Angkor, rajendravarman mempersembahkan Candi Mebon (tahun 974-952 M) kepada nenek moyang keluarga kerajaan.
Dalam bidang politik, rajendravarman memperluas kekeuasaannya samapi ke Champa dan pada tahun 945-956 M, pasukannya mengobrak-abrik Po Nagar di Nha-trang. Putranya Jayavarman V menggantikannya pada tahun 968 M dan memerintah sampai 1001 M. Ia melanjutkan politik ayahnya terutama memperkokoh kekuasaan Khmer atas wilayah Champa.
3. DINASTI SURYA (kebesaran surya)
Tahun-tahun pertamaabad ke-11 M, sebuah dinasti baru merebut kekuasaan. Suryavarman I, keturunan “Bangsa Surya” dari kambuja, tampaknya perampas kekuasaanyang menaklukkan Angkor dengan kekuatan senjata. Setelah mengalahkan kedua pengganti Jayavarman V yang masa pemerintahannya tidak lama, ia menetap di ibu kota menjelang tahun 1011 M.
Suryavarman I memiliki sifat-sifat Khmer yang sama seperti para pendahulunya. Satu-satunya perubahan yang berarti dalam masa pemerintahannya ialah pembukaan pintu selebar-lebarnya bagi agama Buddha. Secara pribadi raja beragama Siwa dan melanjutkan kultus raja yang sudah diterapkan raja-raja pendahulunya. Suryavarman I memerintah sampai tahun 1050 M. Untuk kerajaan Khmer ia telah mencaplok seluruh wilayah selatan Siam, dari Lopburu samapi Ligor, dan mungkin sebagian besar Laos selatan, mungkin meluas sampai ke Luang Prabang.
Putranya, Udayadityavarman II, menggantikanya dan hidup sampai tahun 1066 M. Walaupun masa pemerintahannya sangat pendek, dan selalu dirusuhkan oleh pemberontak-pemberontak di semua propinsi kerajaannya yang luas, ia masih memperluas kekuasaannya dan mungkin sempat mengalami puncak kekuasaan tertinggi yang pernah di capai oleh seorang raja Khmer.
Udayadityavarman II adlah penganut agama Siwayang melaksanakan ibadah secaraa ketat, walaupun ia condong memuja wisnu. Bahkan pada masa pemerintahannya ditandai sejenis reaksi anti agama Buddha, namun tidak menghapuskan kepercayaan yang terus-menerus berkembeng di Kamboja sejak abad ke-11 M.
Adik bungsunya menggantikannya pada tahun 1066 M dan memerintah di bawah nama Harshavarman II, samapai menjelang tahun 1080 M. Ia terpaksa menghadapi serangan orang-orang Chamyang telah memerdekan diri dan bahkan berhasil membakar ibi kota kuno Sambor Prei Kuk, setelah mengumpulkan harta rampasan yang menguntungkan. Di bawah pemerintahannya, kekuasaan dinasti Surya menurun dengan cepat. Setelah memeribntah selama kurang dari satu abad, dinasti tersebut harus menyerah ke dinasti yang baru.
B. INDOCINA DALAM BAYANGAN ANGKOR
1. CHAMPA

Menjelang akhir abad ke-9 M, sebuah dinasti baru memerintah di Champa, dengan ibu kotanya Indrapura, yang sekarang bernama Quang-Nam. Pendirinya adalah Indravarman II (875-sebelum tahun 898 M), penganut agama Buddha yang saleh. Di bawah pemerintahannya dan para penggantinya, setelah mengalami peperangan pada abad sebelumnya, terjalin hubungan damai dengan nusantara.
Raja Indravarman III (menjelang tahun 918-960 M) terpaksa mengusirserangan-serangan Khmer dan mungkin untuk menghadapi bahaya itu, ia sangat tekun mengirim utuysan-utusan ke Cina. Namun pengaruh Angkor cukup dominan di bawah pemerintahannya. Sementara itu bahaya yang jauh lebih besar mulai menekan Campa. Setelah menjadi merdeka, Annam mengambil alih politik ekspansi dan melirik dataran-dataran rendah subur dan kota-kota Champa yang makmur. Sejak akhir abad ke-10 M mulailah perang fatal dan sulit didamaikan antara kedua kekuatan, karena dari segi kelangsungan hidup negeri itulah yang dipertaruhkan. Pada tahun 982 M orang Vietnam merebut Indrapura.
Orang Cham yang terpencar, berkumpul kembali di bawah seorangraja baru, Harivarman II (988-998 M) yang menempatkan ibukotanya lebih ke selatan, di Vijaya (Binh-dinh). Tekanan-tekanan Vietnam tidak akan pernah mengendur lagi , sebaliknya hamper setiap tahun terjadi serbu-serbuan, samapi ke Vijaya yang direbut pada tahun 1044 M dan dibumihanguskan pada tahun 1069 M. dengan demikian negeri Champa kehilangan wilayah bagian utara, karena pada waktu yang bersamaan ia harus menghadapi serangan-serangan orang baru Khmer.
Harivarman IV (1070-1080 M) untuyk sementara menghentikan penggerogotan yang tak henti-hentinya itu, ia juga berhasil dalam serangan kilat ke kamboja. Ia mengembalikan kedamaian serta kejayaannya kepada negerinya. Penganti-pengantinya: Jaya Indravarman II (1081-1113 M), Harivarman V (1113-1139 M), dan Jaya Indravarman III (1139-1145 M), boleh dikatakan memerintah dalam keadaan aman dan ketenangan, sebelum dinasti dan negeri itu jatuh pada tahun 1145 M ke tangan pasukan Khmer.
2. SIAM
Pada awal abad ke-11 M, delta siam menjadi bagian integral dari dunia Angkor, dapat dilihat dari raja Angkor terbesar Suryavarman I, asalnya Pangeran Ligor. Walaupun dipengaruhi kerajaan Khmer, bekas negeri Dvaravati itu tidak meninggalkan ajaran Buddha, bahkan ia menjadipusat agama Buddha Hinayana yang paling ortodoks. Pada periode yang sama, orang Mon dan Pyu dari delta Irawadi dipersatukan oleh raja Anorata (1044-1077 M), raja inilah yang menjadikan seterusnya negerinya pemeluik agama Buddha. Dengan diperkuat oleh Birma yang juga telah memeluk agama itu dan melalui negeri itu oleh kontak berkelanjutan dengan Sri Lanka, doktrin tersebut perlahan-lahan menyebar ke timur. Dengan penaklukan itu, raja-raja Angkor yang berajaran Siwa mengintegrasikan ke dalam negerinya pusat agama yang meruntuhkan kekuasaan mereka, meskipun bukanlah sebagai penyebab langsung.
3. VIETNAM
Samapi abad ke-10 M, delta Tonkin tal lebih daripada sebuah jajahan Cina. Selama masa penjajahan yang berlangsung lebih dari seribu tahun, orang Vietnam menyerap kebudayaan penjajahnya, sehingga akan membekas untuk selama-lamanya.
Dengan memanfaatkan kemerosotan kekuasaan maharaja-maharaja dinasti Tang, sebuah dinasti setempat merebut kekuasaan pada tahun 938 M. Tentu saja Annam tetap mengakui wewenang yang hanya tinggal namanya saja dari Maharaja Cina, meminta dukungannya jika diperlukan dan tetap menggunakan aksara Cina, serta hokum dan kebudayaannya. Ketika itu orang-orang Vietnam mulai merasa sesak di delta mereka, karena hanya mampu menggarap dataran rendah, satu-satunya lahan yang diincar adalah yang terletak disebelah selatan yaitu Campa.
Dinasti-dinasti Vietnam Le awal (tahun 980-1009 M), lalu Ly (1010-1225 M), sedikit demi sedikit memperluas kekuasaan mereka, sampai menghancurkan Campa sama sekali. Namun perluasan kekuasaan sepanjang pesisr selatan yang dilakukannya dengan kekerasan hanya menghasilkan perkembangan jumlah penduduk dan bukannya kejayaaan suatu peradaban. Orang Vietnam mendapat kemenangan karena jumlah mereka. Walaupun mereka masih menggunakan bagab administrasi Cina, tetapi cukup kendur , bangsa Vietnam menjadi suatu kesatuan berkat geografinya daripada pikiran yang menyatukan. Bangsa ini terdiri dari elemen-elemen dasar identik yang bertdsampingan tetapi relatifberdiri sendiri, karena masing-masing berusaha bertahan hidup sendiri.
C. PUNCAK KEJAYAAN KERAJAAN ANGKOR
Penghancuran Angkor oleh orang Cham merupakan pukulan fatal pada tradisi Hindu, yang sampai waktu itu telah menyemarakan peradaban Khmer. Peristiwa itu sebenarnya mungkin dapat pula menandai akhir Kamboja itu sendiri. Bersamaan dengan itu peradaban yang dikembangkan dan mencapai kristalisasi di Angkor menemui jalan buntu. Ia tidak mampu lagi memperbarui diri yang dikembangkan sebanyak-banyaknya hanyalah tema-tema itu saja.
Hal ini diperparah lagi dengan majunya agama Buddha sepanjang abad ke-12 M, berdasarka jumlah patung Sang Bijaksana yang bertambah banyak. Fakta yang lebih bermakna lagi: seorang raja Angkor, Dharanindravarman II, secara resmi memeluk agama Buddha. Setelah itu kemenangan orang Cham dianggap sebagai bencana supra-natural, isyarat dari langit: akhir suatu tatanan yang begitu digembor-gemborkan, karena seolah-olah diciptakan oleh para dewa sendiri dan tak tergoyahkan.

1. JAYAVARMAN VII
Ini adalah tokoh yang menangguhkan pukulan nasib fatal dengan menempatkan negerinya di bawah bendera agama Buddha. Ia seorang tokoh yang memepesonakan, dan yang paling menonjol dalam sejarah Khmer. Jayavarman VII ini adalah raja yang paling sombong dan haus kemenangan diantara semua raja Khmer yang ditonjolkannya adalah tindakan-tindakannya.
Ia dalam naik tahta tidak langsung mengantikan ayahnya, hal ini ketika ayahnya wafat, ia sedang berperangdi Champa dan tidak sempat menuntut haknya.dia tidak berbuat apapun ketika Yasovarman II naik takhta bahkan ketika Angkor direbut oleh Tribhuvanadityavarman. Ia telah melewatkan semua periode tersebut dengan menyendiri di Preah Khan, Kompong Svay.
Sesudah menderita penyakit kusta, lalu sembuh berkat keajaiban. Ia lalu kembali ke panggung politik dan keagamaan. Ketika penyerbuan orang Cham lah yang mendorongnya bertindak. Setelah serentetan peperangan dahsyat, di antaranya pertempuran di danau-danau, ia mengusir kaum perusak Angkor itu dan pada tahun 1811 M ia naik takhta. Dalam usia lebih dari enam puluh tahun dan ibu kota hangus, ia membalas dendam dengan cara yang mengerikan. Ia menyerbu Champa, mencaplok Vijaya. Sebelumnya ia mendapat jaminan Annam akan netral. Tetapi begitu ia berhasil, pasukannyaditamabh dengan pasukan-pasukan dari Champa, Siam, Birma, menyerbu Annam. Di utara barat ia lebih memajukan lagi batas kerajaannya samapai ke Vientiane, sampai Birma, di selatan sampai Semenanjung Melayu.
Namun dibalik kesuksessannya dalam aspek beragamanya, kegiatan yang menggebu nyaris lupa daratan, padahal ia seorang penganut Buddha Mahayana. Di bawah panji agama Buddha yang agak konvesional Jayavarman sama sekali tidak meninggalkan kultus raja, dewa diatas bumi. Tampaknya ia sama sekali tidak mengubah ritus Hindhu yang mendasari kerajaan Angkor.

D. KEMUNDURAN DAN AKHIR KERAJAAN ANGKOR
Setelah Jayavarman VII, di Angkor tidak ada lagi raja yang patut dicatat. Ibu kota masih ada dan penampilannya tidak berubah. Teks-teks Cina, Tcheu Takuan, pengembara terkenal yang mengunjungi Kamboja pada tahun 1295 M masih menggambarkan sebagai kota terkaya, rajanya yang paling berkuasa di laut-laut selatan. Sampai tahun 1430, raja-raja Khmer tetap memerintah di Angkor.
Penyebab lainnya dalam bidang ekonomi kerajaan ini berada dalam keadaan bahaya. System hidrolis yang dimiliki Angkor perlu pemeliharaan dan perkembangan agar tidak dipenuhi lumpur dan macet. Dengan melemahnya kekuasaan raja maka semakin menuju kebangkrutan ekonomi karena hanya raja yang mampu mengelolo jaringan raksasa ini. Tak ayal lagi pertanian di Angkor semakinmenurun dan berakibat pada menurunnya jumlah penduduk. Selain itu wabah penyakit malaria ikut memperparah kejatuhan Angkor.
Kehilangan Angkor dipercepat oleh serbuan Thai yang bertubui-tubi dan merusak. Setelah kota-kota di Angkor dapat direbut oleh musuh-musuh mereka lalu di rampas kekayaannya dan dibakar. Maka orang Kamboja meninggalkan Angkor.

Jumat, 27 Maret 2009

Sejarah Pariwisata Zaman Kerajaan

A. Wisata Pada Zaman Kerajaan Di Indonesia
Perjalanan rekreasi pada masa ini masih terbatas pada orang-orang tertentu saja yang dapat menikmati rekreasi, antara lain Raja, kaum Bangsawan, dan orang kaya. Hal ini dikarenakan pada masa itu tempat-tempat wisata yang bagus jauh dari tempat tinggal masyrakat pada waktu itu sehingga masyarakat pada waktu itu jarang ada yang melakukan perjalanan pariwisata, selain itu tempat-tempat wisata yang ada biasanya dikhususkan untuk para kerabat Raja dan tertutup untuk rakyat. Maka dari itu pada waktu itu yang melakukan perjalanan wisata hanyalah keluarga raja saja , sedangkan rakyatnya sangat jarang ada yang melakukan perjalanan pariwisata mereka hanya berwisata ke hutan maupun tempat ibadah yang dekat dengan wilayah mereka.
B. Objek Wisata Zaman Kerajaan Di Indonesia
Banyak raja-raja pada masa lampau yang membangun berbagai sarana untuk keperluan yang bersifat rekreatif maupun sebagai tempat tempat perisrirahatan. Pada abad ke-5 Masehi, Raja Tarumanegara membuat sebuah Kanal yang digunakan untuk keperluan pengairan, transportasi, dan juga rekreasi. Adapun objek wisata yang sering dikunjungi oleh para raja dan keluarganya antara lain:
1. Taman Narmada
Taman ini merupakan tempat peristirahatan raja-raja dari kerajaan Bali yang membangun Taman di daerah Pulau Lombok untuk melepas kepenatan sesaat dari rutinitas di kerajaan. Di dalam taman-taman itu terdapat beberapa peralatan yang biasa digunakan untuk menghibur raja-raja. Berbeda dengan taman-taman lainnya di Nusa Tenggara Barat, Taman Narmada dibangun sebagai tempat peribadatan dan ritual para raja.
Narmada adalah sebuah taman yang dibangun oleh Raja Anak Agung Gde Ngurah Karangasem tepatnya pada tahun 1727 M. Sebagian buku sejarah menyatakan waktu pendiriannya pada tahun 1805 M. Nama taman ini diambil dari sebuah Sungai suci di India, Sungai Narmada. Taman ini menyerupai Gunung Rinjani dan Danau Segara Anak. Konon, ketika Sang Raja sudah terlalu tua untuk melakukan ritual kurban (pekelan) ke puncak Gunung Rinjani yang memiliki ketinggian 3.726 meter, beliau memerintahkan seluruh arsitek kerajaan untuk membawa nuansa Gunung Rinjani ke tengah pusat kota. Akhirnya mereka bersepakat untuk membuat duplikatnya yaitu Taman Narmada. Pada masa lalu, selain sebagai tempat khusus untuk memuja Dewa Shiwa, Taman Narmada juga diperuntukkan sebagai tempat peristirahatan raja.
2. Kolam Segaran, yang berlokasi di Trowulan, dekat Mojokerto, Jawa Timur, yang dibangun pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit, yang berfungsi untuk keperluan rekreasi, disamping itu juga untuk persediaan air di musim kemarau.
3. Tasik Ardi di Banten Lama, yang dibangun oleh Maulana Jusuf pada abad ke 16 Masehi, untuk keperluan irigasi, persediaan air minum bagi Keraton Surosowan, dan untuk keperluan rekreasi.
4. Gunongan, yang dibangun oleh Sultan Iskandar Muda, digunakan sebagai tempat peristirahatan dan bersantai bagi permaisurinya.
5. Bledug Kuwu adalah sebuah fenomena kawah lumpur (mud volcanoes) yang sudah terjadi jauh sebelum jaman Kerajaan Mataram Kuno (732 M—928 M). Bledug Kuwu merupakan salah satu obyek wisata andalan di Kabupaten Grobogan, selain sumber api abadi Mrapen, dan Waduk Kedungombo. Secara etimologi, nama bledug kuwu berasal dari bahasa Jawa, yaitu ‘bledug‘ yang berarti ledakan/meledak dan ‘kuwu‘ yang diserap dari kata ‘kuwur‘ yang berarti lari/kabur/berhamburan.
Sebenarnya pada waktu itu tempat wisata sangat terbatas sekali, sehingga waktu itu kerajaan-kerajaan yang berkuasa membangun tempat wisata untuk para keluarga istana yang sanagt jarang dibuka untuk umum. Pada waktu itu tempat-tempat yang dibangun kebanyakan berupa tempat-tempat ibadah, makam maupun taman. Selain itu raja-raja dimasa itu banyak melakukan perjalaan wisata berupa berburu hewan kehutan yang dilakukan beberapa hari dan lokasi hutan yang sangat jauh. Selain itu banyak raja yang melakukan perjalanan wisata dengan cara berkunjung ke kerajaan tetangga mereka.dengan memakai kuda maupun kereta kuda.
Perjalanan wisata yang dilakukan oleh para masyarakat pada waktu itu berupa perjalanan wisata religius, maksudnya orang-orang pada waktu itu banyak melakukan perjalanan wisata ke makam-makam keluarga kerajan yang mereka anggap sebagai junjungan atau leluhur mereka. Selain itu mereka berwisata ke tempat-tempat ibadah yang dianggap suci. Dan ada perjalanan wisata lainnya yakni para pedagang yang berdagang ke luar dari daerah mereka untuk berdagang, biasanya mereka mengunjungi kerajan-keraja klainnya sekaligus melakukan kegiatan wisata dengan cara mengunjungi tempat-tempat terkenal didaerah tersebut.

Tampilnya Cory Sebagai Presiden Filipina

Sejak semula konstitusi 1973 sudah diliputi kontroversi, yaitu sejak diciptakannya Sidang Konstitusi 1971 – 1972. ratifikasi konstitusi baru yang dituduh berlangsung dengan cara yang melaggar UUD ini menyebabkan di kalangan oposisi banyak yang menilai kekuasaan Marcoz adalah tidah sah. Konstitusi 1973 juga dinilai mengesahkan aspek keotoriteran konstitusional yang paling tidak bias diterima.

Pada tanggal 23 April 1986, Corazo Aquino mengeluarkan Makhlumat No. 9 tahun 1986 yang mengatur pengangkatan dan segi – segi operasional dari suatu badan yang bertugas menyusun rancangan konstitusi baru. Selama itu urusan Negara ditangani pemerintahan sementara dengan landasan Konstitusi pembebasan, walaupun satu pihak memberikan kekuasaan penuh dan mutlak kepada presiden, tetapi di lain pihak mempertahankan Bill Of Right yang terdapat dalam konstitusi 1973, sebagai pengamanan dan perintang terhadap pelaksanaan kekuasaan secara dictatorial dan represif serta sebagai sumber kewenangan rakyat untuk menuntut pertanggungjawaban. Salah satu prioritas pembaharuan konstitusi adalah penerapan suatu mekanisme pergantian yang stabil, terinci dan dapat diandalkan sehingga tidak memberikan peluang bagi keragu – raguan. [1]

Pembaharuan konstitusi juga harus ditujukan pada kebutuhan akan suatu keseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab dalam masa pasca Marcos. Tahap pertama adalah mengurangi kesumurangan kedudukan presiden. Hal itu berarti lebih dari sekedar melucuti kekuasaan presiden untuk mengeluarkan Dekrit. Penataan kembali kekuasaan di antara cabang – cabang pemerintahan di Filipina nampaknya besar kemungkinannya juga akan memberikan prioritas besar pada pemulihan kedudukan independent dari lembaga peradilan. Suatu lembaga peradilan yang independent juga diperlukan agar ada kemungkinan untuk menentukan dalam kondisi yang bagaimana kewenangan dapat diterapkan secara sah berdasarkan konstitusi yang mana pun juga pada masa yang akan datang.

Pemisahan yang lebih jelas antara bagian eksekutif dan legislative dalam pemerintahan juga akan bias mengakhiri ketidakjelasan system pemerintahan di Filipina, yang selama ini merupakan campuran antara system presindential dan perlementer. Presiden Aquino dan wakil presiden Laurel memulai masa jabatan pada bulan Februari 1986 dengan komitmen untuk memulihkan system checks and balances yang tercipta dengan di pisah – pisahkannya kedudukan dari berbagai kekuasaan.

Bangkitnya kembali partai politik pada tahun 1978 setelah tenggelam hamper enam tahun, memungkinkan kelompok – kelompok opposisi di Filipina untuk mempunyai pengaruh terhadap kehidupan politik. Partai – partai oposisi yang moderat bergabung dalam suatu front persatuan untuk ikut serta dalam pemilihan bulan Februari 1986 itu, tetapi itupun dengan susah payah. Akhirnya tercipta pasangan kerja sam Corazo Aquino – Laurel, meskipun itu baru bias tercapai setelah Kardinal Sin secara pribadi campur tangan. Corazo Aquino secara khas telah mengambil posisi yang mencakup sikap –sikap dari sebagian besar penasihatnya. Ia mengatakan bahwa rekonsiliasi nasional baginya merupakan prioritas yang paling utama. Ia juga mengatakan akan dengan energies menangani masalah – masalah ekonomi, social, dan politik yang telah menyebabkan kaum muda Filipina mengangkat senjata melawan Marcos.

Pencapaian yang dramatis Corazo Aquino menuju tangga kepresidenan pada akhir bulan Februari 1986 tidaklah menjamin kembalinya perdamaian dan kemakmuran bagi Negara Filipina, akan tetapi hal ini telah menandai awal dari suatu pengamatan segar bagi berbagai kondisi. Tugas atau pekerjaan penataan kembali adalah sangat berat. Berbagai lembaga pemerintahan yang secara sistematis telah disalah gunakan oleh rezim marcos agar mereka semua tergantung pada Marcos, yang secara menyeluruh nampaknya seperti tidak memiliki hak kekuasaan. Perekonomian nasional telah diperlemah oleh pengalokasian yang salah dari sumber – sumber selama bertahun – tahun, telah berada dalam kondisi depresi berat, meluasnya pengangguran serta pendapatan rata – rata telah turun kembali ke posisi yang terjadi pada decade sebelumnya. [2]

Media massa sangat penting peranannya bagi mobilisasi kekuatan rakyat. Pada awal pemerintahan Aquino, juga banyak dicurahkan perhatian terhadap peranan korps pengacara di dalam system politik yang telah mengalami penataan kembali. Walau begitu, tidak semua pengacara kehilangan semangat. Paling tidak beberapa diantara mereka pantang menyerah dalam upaya membela tahanan politik. Sementara yang lainnya mengabdikan diri pada upaya membela hak – hak golongan tidak mampu. Orang – orang seperti itu memang langka. Tetapi mereka ikut berperan menunjukan kepada sesame warga Filipina bahwa profesi pengacara belum begitu terjerumus sehingga tidak dapat di selamatkan lagi. Kedudukan pemerintahan Aquino tercipta berkat berbagai perkembangan. Tetapi ada dua unsure yang paling menentukan yaitu pribadi Corazo Aquino dan besarnya dukungan rakyat terhadapnya. Hal yang sangat penting adalah bahwa Corazo Aquino perlu mengembangkan cara – cara agar bisa melanjutkan komunikasi dengan basis dari pendukungnya. Disamping dukungan rakyat yang begitu luas, presiden Aquino juga memiliki modal lain, yaitu kepribadiannya sendiri.

Corazo Aquino telah mengawali jabatan kepresidenan dengan menerapkan barbagai langkah atau tindakan khusus untuk mengatasi masalah – masalah tersebut. Ia mengumumkan suatu pemerintahan yang revolusioner, membubarkan badan pembuat Undang – Undang yang di dominasi Marcos, mengganti orang –orang yang diangkat Marcos dalam sejumlah besar pos – pos atau jabatan eksekutif dan peradilan serta membentuk komisi atau panitia penyusun Undang – undang Dasar atau konstitusi baru yang memberi atau menjamin persetujusn secara menyeluruh di dalam suatu referendum nasional.[3]

Tetap bertahannya Corazo Aquino sebagai presiden maha pentingnya artinya bagi mas depan yang demokratis. Ini tidak saja karena komitmennya pada pemulihan kehidupan demokratis dengan jalan damai, tetapi juga dengan mengingat tingginya tingkat kredibilitas yang dimilikinya, serta besarnya kepercayaan masyarakat padanya.



[1]Bresnan, John.1988. Krisi Filipina.Jakarta : Gramedia, hlm.237

[2] Bresnan, John.1988. Krisi Filipina.Jakarta : Gramedia, hlm.338

[3] Bresnan, John.1988. Krisi Filipina.Jakarta : Gramedia, hlm.338