Selasa, 31 Maret 2009

muslim di afrika

a. Mauritania

Mauritania merupakan negara yang memperlihatkan integrasi yang paling kuat dalam hal identitas etnis, nasional dan identitas negara. Penduduk negara ini seluruhnya Muslim dan mengidentifikasikan diri sebagai negara Islam. Melalui perjanjian Paris sejumlah kekuatan Eropa mengakui pemerintahan Perancis atas Senegal dan beberapa daerah di Sahara Atlantik, termasuk beberapa wilayah yang sekarang menjadi wilayah Mauritania. Kehadiran Perancis berpengaruh kuat terhadap system politik Mauritania. Perancis memandang suku hassani sebagai elite politik, memberikan subsidi kepada mereka, melembagakan otoritas mereka sebagai penghubung antara pemerintah Perancis dan masyarakat umum.

Perancis juga menghentikan aktivitas perampsan tradisional sehingga mewajibkan warga Hassani mengambil alih kegiatan penggembalaan dan perdagangan. Hal ni mengakibatkan mereka mengabaikan kesukuan keagamaan yang merupakan sebagian dari fungsi tradisional mereka. Antara tahun 1902 dan 1934 Mauritania menentang peleburan diri ke dalam imperium Perancis. Serangkaian pemberontakan local dapat dikalahkan oleh Perancis sehingga mengakibatkan rakyat Mauritania menghentikan pemberontakan dan menerima kolaborasi dengan Perancis untuk melindungi kepentingan keagamaan dan ekonomi mereka.

Menjelang kemerdekaan Mauritania, muncul banyak partai di kalangan masyarakat Mauritania. Partai-partai tersebut antara lain, Entente Mouritanienne yang didirikan pada tahun 1948. Partai ini mendapat tentangan dari Union Progressiste Mouritanienne (U.P.M). Partai U.P.M sendiri terpecah dan ada yang memisahkan diri dan membentuk Association de la Jeunesse Mouritanienne yang lebih lantang menuntut kemerdekaan. Terbentuknya berbagai partai di Mauritania memperlihatkan adanya perselisihan di dalam masyarakat Mauritania antara elite tradisional dan politisi modern. Namun isu utama adalah bagaimana melestarikan identitas Mauritania dengan menghindarkan penyerapan ke dalam bangsa Arab maroko Utara atau ke dalam bangsa Senegal dan Sudan selatan. Mauritania merdeka pada tahun 1958 sebagai Republik Islam Mauritania.

Mauritania merdeka dengan memiliki kesatuan elite nasional yang memerintah masyarakat yang sangat segmenter. Setelah merdeka terjadi penyatuan partai politik antara Entente dan U.P.M, sehingga membentuk partai baru yang diberi nama Parti du Regroupement Mouritanienne. Namun pada tahun 1961 berganti nama menjadi Mouritanienne People Party. Dengan demikian komunitas segmenter tradisional dalam masyarakat Mauritania telah disatukan dalam rezim tunggal. Perpecahan masyarakat traisional secara pelan-pelan dapat diatasi melalui pembentukan sebuah komunitas yang lebih menyatu di bawah rezim tunggal yang menggunakan sebuah bahasa metropolitan dan menjanjikan identitas Islam.

b. Senegal

Senegal pada dasarnya merupakan rezim non Muslim sekuler yang memerintah sebagian besar penduduk Muslim. Meskipun rezim ini dipengaruhi oleh kultur politik Eropa dan dijalankan oleh elite non Muslim, sebagian penduduknya terdidik dalam thariqat sufi. Senegal dijalankan melalui kolaborasi antar elite negara dan elite sufi. Senegal mewakili sebuah upaya untuk mendaur ulang pola hubungan suportif klasik antara negara Muslim dan organisasi komunal Muslim.

Pemerintahan Perancis turut menyokong penyebaran Islam. Dengan mengambil sikap pragmatis terhadap kaum Muslim dan memandang mereka sebagai kelompok yang berperadaban tinggi, berpola hidup produktif dan cakap di bidang adminitrasi. Perancis memanfaatkan warga Muslim sebagai juru tulis, dan menjadikan kepala-kepala kampung sebaga perantara serta mengijinkan menjalankan hukum Islam. Di bawah pemerintah Perancis para ulama mengembara dari satu tempat ke tempat lain, guna menyampaikan pengajaran, mendirikan sekolah dan membentuk perkumpulan Muslim. Meskipun demikian Perancis mencemaskan Muslim sebagai lawan politik mereka. Untuk itu Perancis berusaha menjaga agar kekuatan Muslim tidak terorganisir dan tetap dibawah control Perancis.

Perancis membuat undang-undang nyang mengharuskan guru sekolah mendapatkan surat izin dan memilikii kecakapan dalam berbahasa Perancis. Tahun 1908 Perancis melarang peredaran surat kabar berbahasa Arab dan berusaha mengembangkan organisasi etnis dan territorial untuk memecah komunitas Muslim. Tahun 1911 bahasa Perancis wajib digunakan dalam lembaga peradilan Muslim dan para wali dilarang mengumpulkan zakat. Semua hal diatas dilakukan untuk mencegah kekuatan komunitas Islam bersatu menjadi lebih besar.

Namun semua kebijakan tidak diterapkan secara konsisten, karena setelah perang dunia I Perancis beralih kepada kebijakan yang memberikan dukungan secara selektif terhdap tokoh-tokoh Muslim. Sebagai imbal baliknya, para sufi mendukung upaya Perancis dalam menciptakan situasi yang tenang, mengumpulkan kesatuan-kesatuan tentara, mengumpulkan pajak serta meningkatkan produksi pertanian. Elite muslim menyesuaikan diri terhadap realitas pemerintahan Perancis dengan menghentikan militansi politik yang digantikan dengan kegiatan peribadatan, pendidikan, usaha perekonomian dan membentuk struktur thariqat Muslim .

Thariqat terbesar dan termasyhur di Senegal adalah Thariqat Muridiyah yang didirikan tahun 1886 oleh Ahmad Bamba seorang wali dari Wolof. Ia berpendapat berperang melawan Perancis adalah hal yang sia-sia dan menganjurkan beralih dari peperangan ke pekerjaan yang lain. Syaikh Ibra Fall seorang mantang pejuang yang bersumpah setia kepada Ahmad Bamba, berusaha untuk pengikut militernya ke dalam thariqat Muridiyah. Kepatuhan Ibra Fall menandai dominasi colonial dan kepemimpinan Muslim sebagai syarat utama bagi kelestarian masyarakat Wolof. Hubungan yang saling mendukung antara kekuatan spiritual dan kekuatan duniawi menyokong pembentukan sebuah thariqat yang lebih persuasive bagi sejumlah warga Senegal.

Namun Ahmad Bamba dalam waktu yang lama dicurigai oleh pihak Perancis sebagai penyebar aspirasi politik dan territorial. Karena hal itu ia sering diasingkan pada tahun 1895, 1902 dan 1907. Namun pada tahun1912 pihak Perancis dapat menerima bahwa ia seorang tokoh spiritual dan ekonomi dan mengizinkannya pulang ke Diourbel.

Memang sebagian besar pendukung Thariqat Muridiyah adalah petani, namun thariqat ini juga menarik simpati orang-orang yang tidak memiliki tanah, pemuda penganggur yang bekerja magang pada perkumpulan pertanian. Hal ini mengakibatkan kalangan pendukung thariqat Muridiyah menjadi sangat popular. Pada tahun 1912 thariqat ini memiliki 68.000 pendukung dan pada tahun 1960 pendukungnya bertambah menjadi 400.000 anggota. Pada saat itu sepertiga dari warga Wolof dan seperdelapan warga Senegal menjadi anggota thariqat ini.

Dalam thariqat ini amalan Islam kurang dipentingkan. Meskipun mereka puasa Ramadhan, tetapi shalat wajib dan ibadah puasa yang lainnya kurang dperhatikan. Thariqat Fall (cabang muridiyah) secara mencolok bersifat non-ortodoks dan non-kompromis. Keturunan Ibra fall tidak melaksanakan shalat atau ritual islam lainny, tetapi mereka meyakini melalui sikap kepasrahan dan bekerja serta melalui sikap lemah lembut dan praktik magis mereka dapat meraih berkah agama.

Pada saat yang sama ketika masyarakat Senegal diorganisir oleh thariqat sufi, kalangan professional dan elite perkotaan non-Muslim mengambil alih perjuangan kemerdekaan. Senegal memiliki sejarah elite politik yang berakar sejaj abad 19. Elite Senegal terlibat dalam pemerintahan Perancis, bekerja pada perusahaan Eropa dan akhirnya mewarisi kekuasaan negara. Dengan tercapainya kemerdekaan Senegal pada tahun 1960, Senegal diperintah oleh elite non-Muslim yang berpendidikan Perancis yang dipimin oleh Leopold Senghor dan partai Union Progressiste Senegalaise. Namun Senegal merupakan negara yang masyarakatnya menyatu karena bahasa Wolof digunakan oleh 80% penduduk dan dikarenakan sebagian besar warga Senegal adalah Muslim.

Pemerintahan Senegal yang merdeka dikepalai seorang presiden terpilih yang mengangkat sejumlah menteri. Di dalamnya terdapat sebuah pengadilan yang otonom. Senghor memimpin dari 1960 sampai 1980. Pada tahun 1964 Senghor menkonsolidasi kekuatan dan mengeliminir lawan-lawannya, pada tahun 1966 ia memutuskan Senegal sebagai negara sosialis dengan satu partai. 1966 sampai 1976 U.P.S menjadi partai resmi satu-satunya dalam negara Senegal, dan sejumlah thariqat menyatukan diri sebagai sebuah faksi dalam partai yang berkuasa tersebut. Dari tahun 1976-1980 Senghir mengizinkan pembentukan politik multi partai dan pemilihan umum. Setelah pemberhentian Senghor, untuk pertama kalinya Senegal diperintah seorang Muslim yaitu Abdu Diouf.
Senegal pasca kemerdekaan adalah negara sekuler ayang mayoritas penduduknya Muslim. Penduduk ini diorganisir ke dalam sejumlah thariqat sufi yang merupakan basis bagi organisasi ekonomi bagi warga pedalaman. Rezim negara dijalankan melalui kolaborasi dengan tokoh-tokoh agama yang menjadi perantara dengan masyarakat umum. Sejumlah thariqat sufi mengorganisir ekonomi kacang-kacangan yang prodiuktif dan memberikan dukungan politik kepada para pejabat di wilayah pedalaman. Thariqat Muslim tersebut selanjutnya menjadi bagian intergral bagi system politik Senegal.

Pada saat yang sama, urbanisasi yang terjadi di Senegal menimbulkan pesatnya pertumbuhan penduduk yang mulai meragukan otoritas magis para tokoh pedalaman. Di beberapa kota muncul minat terhadap bahasa Arab dan bentuk keyakinan Islam yang menitik beratkan pengamalan shalat, haji, perilaku etik, dan minat intelektual yang berdampingan dengan penekanan emosi keagamaan. Perpindahan itu membentuk Cultural Union Muslim (perkumpulan kebudayaan Muslim) pada tahun 1953. Perkumpulan ini mensponsori pengajaran bahasa Arab dan sekolah-sekolah Muslim, menentang kolonialisme, kapitalisme, dan pengaruh sufi pedalaman.

c. Nigeria

Islam di Nigeria utara telah berkembang sebagai agama elite sejak abad 15. Khilafah Sokoto mengkonsolidasikan identitas elite politik Muslim dan menjadikan Islam sebagai agama mayoritas penduduk. Para emir bertanggung jawab menerapkan keadilan, mereka mengangkat mallam sebagai pemimpin shalat, memimpin pelaksanaan perayaan dan saran sehubungan hukum agama. Secara tidak resmi para emir manjadi penengah dalam persengketaan local.

Tahun 1922 Inggris membangun perguruan katsina sebagai sekolah lanjutan modern. Bahasa inggris dijadikan pelajaran wajib, dan bahasa Arab dimasukkan menjadi bagian dari kurikulum. Pengajaran Al-Quran disampaikan oleh para mallam dengan gaji dari pemerintah Inggris. Sekolah Hukum Kano mengajarkan kurikulum yang seluruhnya Islam. Meskipun secara politik bersifat konservatif, pemerintahan Inggris membangkitkan perubahan besar di bidang ekonomi dan sosial. Pembangunan sejumlah jalan raya dan jaringan kereta api, pengembangan pertanian ekspor seperti kacang-kacangan dan kapas, mengantarkan petani Nigeria utara menuju pasar internasional.

Perkembangan ekonomi menimbulkan berbagai perubahan penting dalam struktur sosial. Kano menjadi pusat pasar Nigeria utara dan sebagai pusat pedagang yang berkembang pesat. Dengan demikian penduduk kota ini terbagi menjadi sejumlah kelompok etnis, bahasa, dan kelas. Struktur kelas terbagi menjadi elite Fulani yang berkuasa, pedagang Hausa yang kaya raya, pegawai negeri yang senior, pedagang kelas menengah dan masyarakat umum.
Selama satu abad lebih, Lagos menjadi pusat utama komunitas dan pergerakan muslim. Pada tahun 1861 kota ini menjadi bagian dari kkoloni Inggris. Pihak Inggris membantu menyelesaikan persengketaan dikalangan Muslim dan meraih reputasi lantaran bersikap tidak memihak dalam menyelesaikan perkara internal Muslim. Para pejabat Inggris bahkan melindungi sejumlah masjid. Pihak Inggris menimbulkan tantangan besar terhadap terhadap komunitas Muslim dengan memperkenalkan system pendidikan Barat dan Pendidikan Kristen. Oleh karena itu, ketika pada tahun 1896 Inggris membentuk sebuah pemerintahan yang memberikan subsidi sekolah-sekolah Muslim dengan system campuran antara kurikulum Barat dan Muslim, maka pihak Muslim memberikan respon terhadap hal ini sebagai ancaman cultural Barat dan Kristen dan membentuk komunitas pendidikan sendiri.
Kota Ibadan menggambarkan tipe struktur Muslim yang berbeda. Sebelum kemerdekaan Nigeria, Ibadan memiliki dua komunitas, yakni komunitas Yoruba dan komunitas Hausa. Komunias Yoruba-Muslim diorganisir di bawah otoritas seorang kepada iman dan beberapa pimpinan bawahannya. Sekalipun demikian, komunitas Muslim-Yoruba tidak hidup secara eksklusif melainkan menjalani hubungan sosial yang baik dengan warga Yoruba non-Muslim, termasuk melaksanakan seremoni bersama di gereja dan masjid. Disamping komunitas Muslim-Yoruba juga terdapat komunitas Muslim Hausa.
Pada abad ke-12 kehidupan para penguasa Hausa di Ibadan membentuk sebuah perkampungan untuk mereka sendiri, yang dihuni para migran dari Negeria utara, istri-istri dan gunddik mereka. Pihak Inggris dan mayoritas warga Yoruba mendukung embentukan perkampungan tersebut dibawah seorang kepala suku Hausa sebagai cara menertibkan komunitas migrant gelandangan yanh tidak hanya melibatkan para penjaja keliling, termasuk juga kalangan saudagar, bahkan para pencuri, pengemis dan penyandang problem sosial lainnya.
Pada tahun 1940-an dan 1950 masyarakat yang didominasi oleh kepala kampung dan tuan tanah tersebut terganggu oleh bangkitnya gerakan nasionalis. Disintregasi kekuasaan Inngris memaksa Hausa memcari dukungan dari parati-partai politik Nigeria. Hal ini akhirnya mengancam kelangsungangan solidaritas Hausa dan monopoli perdagangan Hausa. Dengan demikian antara tahun 1950 dan 1952, setelah terilhami oleh kunjungan Ibrahim Niass, seluruh komunitas Hausa bergabung sepenuhnya dengan thariqat Tijaniah. Kesadaran keagamaan baru tersebut juga mengubah sifat otoritas di dalam komunitas Hausa. Sekarang Mallan mempunyai peran penting sebagai guru untuk meluruskan praktek keagamaan Muslim.
Pembentukan negara nasional negeri yang mengantarkan wilayah utara dan selatan kepada framework politik yang sama secara amat mencolok dalam mengubah politik islam. Negara Nigeria sendiri memiliki sejarah yang penuh huru-hara. Lantaran menguatnya perbedaan atnis, keagamaan, dan perbedaan regional, maka amat sulit upaya penyatuan wilayah utara dan selatan kedalam nigeri merdeka. Nigeria merseka tahun 1960, tetapi pada tahun 1965 sejumlah kegagalan pemerintah dan penyelewengan para politisi hampir membangkitkan permusuhan semua kalangan. Pada tahun 1966 berbagai kekacuan di seluruh negeri, dan perlawananterhadap pemerintah dan federal diwilayah barat, mengantarkan jenderal Ivonsi meraih kekuasan pemerintahan. Ia berusah menyatukan dinas sipil disejumlah wilyah sebagai sebuah upaya untuk memberikan kekuasaan negeri kepada warga Ibo. selanjutnya sejumlah kerusuhan mengantarkan colonel Gowon meraih kekuasaan, yang memaklumatkan sebuah konstitusi baru yang membagi Nigeria menjadi dua belas negara kecil untuk memenuhi kepentingan minoritas dan mengurani kekuasaan blok utara dan selatan.
Selanjutnya antara tahun 1970 dan 1975 sejumlah kecemasan wilayah selatan terhadap dominasi wilayah utara menyulut pemberontakan baru lantaran terpicu adanya kerjasama diantara negara utara dan adanya sebuah sensus yang menunjukkan bahwa wilayah utara memiliki mayoritas penduduk. Pada tahun 1976 rezim Gowon digulingkan dan digantikan oleh pemerintahan baru militer. Setelah beberapa tahun terombang-ambing antara konsep federal dan kesatuan negara Nigeria, komisi konstitusional mencoba menciptakan system partai nasional, jabatab preisden yang kuat, dan keragaman negara-negara kecil local yang tidak dapat melawan pemerintahan pusat. Pada pemilihan umum tahun 1979 sebagian besar partai berjanji menyatukn perusahan swasta dan dukungan negara bagi pendudukan negara bagi pendidikan. Partai nasional Nigeria, mewakili sejumlah elit muslim di wilayah utara memenangkan namun, kup baru pada tahun 1984 mengembalikan kekuasaan kepada militer, Nigeria belum menemukan pemerintahan yang stabil, baik militer maupun sipil. Dibalik instibalitas ini militer pasca 1966 secara progresif menguat negara Nigeria. Eksploitasi terhadap Nigeria menyebabkan pendapatan sangat banyak pada negara federal. Kontek politik yang berubah-ubah secara amat mencolok telah mengubah peran islam di Nigeria secara keseluruhan.
Kemudian pada tahun 1970-an sejumlah elit muslim utara harus bersekutu dengan non-muslim selatan untuk mempertahankan posisi politik mereka. Demikianlah pada tahun 1970-an telah terjadi peningkatan perhatian terhadap identitas nasional Nigeria, sebagai tandingan ikatan keagamaan dan teritorial

Tidak ada komentar:

Posting Komentar