Jumat, 27 Maret 2009

fakta sejarah

FAKTA SEJARAH
A. Dasar kepercayaan sejarah
Istilah pengetahuan terkadang hanya terbatas oleh apa yang kita pelajari dari pengalaman atau alasan, bukan dari kepercayaan. Pengetahuan logical termasuk dalam jarak yang berarti seluruh fakta dan kebenaran tertahan dari pikiran manusia, tidak berbelit – belit dari sumber yang diperoleh. Pengetahuan yang mana kita panggil sebagai dokumen sejarah atau pengetahuan kesejarahan, hampir seluruhnya disarkan pada kepercayaan, yang mungkin menjadi penegasan, sebuah persetujuan mental untuk suatu kebenaran atau fakta pada kata atau para ahli yang lain. Ada 2 bagian dalm proses tersebut. Seseorang (saksi, informan) menyampaikan pengetahuan dan seseorang ( yang percaya) menerima itu. Komunikasi aktual dari pengetahuan atau kesaksian mungkin menandakan isi penyampaian pengetahuan.
Kejadian yang telah terjadi sebagai sejarah dalam arti objektif tidak mungkin lagi diulang atau dialami kembali, akan tetapi bekas-bekasnya sebagai memori dapat diungkapkan atau diaktualisasikan. Bentuk pengungkapan kembali ialah pernyataan (statemen) tentang kejadian itu. Dengan demikian, jelaslah bahwa fakta sebenarnya telah merupakan produk dari proses mental (sejarawan) atau memorisasi. Oleh karena itu pada hakikatnya fakta juga bersifat subjektif, memuat unsur dari subjek.
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum kita percaya terhadap keterangan saksi:
• Sebelum menerima kesaksian dari saksi, kita harus mempunyai beberapa cara yang menegaskan apa dia sungguh – sungguh atau dapat sebagai dugaan untuk memiliki pengetahuan dari kesaksian yang dia berikan.
• Seorang saksi harus menjadi kepercayaan yang baik, harus memiliki tujuan dan keinginan untuk menceritakan kebenaran serta melaporkan fakta sebagai yang di kenal. Kejujuran adalah yang paling dasar dari semua persyaratan kualifikasi seorang saksi.
• Komunikasi actual pengetahuannya ke orang lain. Orang dengan pengetahuan yang paling baik dan mungkin bermaksud membuktikan kepunyaannya yang tak memuaskan batas akhir kesaksian. Sempat kekurangan memori, kekuatan pernyataan yang tidak sempurna dan kebiasaan yang tidak sadar yang dilebih – lebihkan. Hal ini dapat mengakibatkan kesaksian seseorang sulit dipercaya.
Kepercayaan adalah kondisi mutlak dari kehidupan sosial setiap hari. Proporsi paling besar pengetahuan setiap orang diperoleh tidak dari pengalaman atau alasan pribadi tetap dengan kepercayaan yang diberikan oleh orang lain. Bersama dengan kepercayaan dari saksi, hanya fakta yang menentukan kesaksiannya.
Motif dari suatu kepercayaan adalah ide pokok yang terdapat dalam kepercayaan diterima karena sesuatu itu benar, pada dunia atau lainnya. Disisi lain kepercayaan tidak hanya langsung bersumber kepada saksi tetapi juga bukti – bukti yang dapat dihasilkannya untuk kejujuran atau kebenaran dari apa yang dikatakannya. Kemungkinan ini sering terjadi, dengan pertolongan dari referensi penulis, yang diberikan dalam catatan kaki untuk kembali ke sumber utama pernyataannya, yang sering kali perlu dilakukan dalam masalah kecil atau keraguan.
B. Dasar – Dasar kepastian sejarah
Fungsi utama dari metodologi adalah untuk mengidentifikasi cara dan arti dari penyampaian sejarah, yang mana dapat ditemukan atau diartikan sebagai persetujuan firma dari pikiran ke data sejarah tanpa alasan takut dikarenakan salah.
Berdasarkan pada motif alami yang mana ini berdasar, kepastian mungkin bermoral, fisik dan meta fisik.
a. Motif pekerjaan atau membenarkan
Moral kepastian diketahui sebagai penyeragaman atau mengumumkan beberapa hukum moral. Sejarah sebagian besar merupakan satu masalah keyakinan kesaksian pada yang lainnya, dan sebagai kesaksian merupakan satu masalah yang dikondisikan sifatnya yang sangat dasar oleh hukum-hukum moral, untuk sebagian besar bagian kepastian sejarah adalah pada sejarah yang ada. Kepastian yang bisa dicapai dalam sejarah seringnya hasil dari serangkaian kemungkinan yang terpusat yang memberikan tingkat kemungkinan yang paling tinggi yang jarang bisa dibedakan dari kepastian, dan karena itu para ahli logika sering menyebutnya “kepastian moral”. Kepastian moral seperti yang diaplikasikan dalam sejarah, mungkin didefiniskan sebagai “satu kepastian yang mengeluarkan semua keraguan yang masuk akal,”
b. Kepastian sejarah adalah perintah fisik ketika dasar atau motifnya adalah operasi seragam suatu hukum fisik yang diketahui. Hukum-hukum fisik dan kondisi-kondisi permainan yang merupakan satu bagian yang penting dalam penilaian bukti yang kritis. Misalnya, kita mengetahui bahwa pada waktu yang dihabiskan dalam satu perjalanan perlu dikondisikan oleh jarak untuk ditutupi dan alat trasportasi yang tersedia.
c. Kepastian Metafisika menemukan dasar-dasar prinsip yang mutlak dalam aplikasi-aplikasinya, tidak mengakui pengecualian. Hal semacam itu merupakan prinsip dari kontradiksi/pertentangan (“satu hal yang tidak bisa ada dan tidak ada pada waktu yang sama”) dan alasan yang cukup (“tidak ada yang ada tanpa satu alasan yang cukup,” satu prinsip penyebab yang berbeda). Kemungkinan kepastian metafisik dalam sejarah itu bersifat reduktif dalam karakter, sebagai contoh :“Fakta sejarah A yang dinyatakan tanpa bukti dilaporkan oleh beberapa saksi independen. Tetapi persetujuan mereka mungkin tidak bisa dijelaskan kecuali oleh kebenaran objektif dari fakta yang dilaporkan (prinsip alasan yang cukup). Akibatnya fakta A yang dikatakan itu pasti secara metafisik.”.
Fakta-fakta yang mungkin untuk membangun (dalam sejarah) adalah terutama yang mencakup satu ruang atau waktu yang luas (kadang-kadang disebut sebagai fakta-fakta umum), adat, doktrin, istitusi, peristiwa besar; fakta itu lebih mudah untuk diamati daripada yang lainnya dan sekarang lebih mudah untuk dibuktikan. Dalam kasus jaman purbakala dan jaman pertengahan, pemgetahuan sejarah dibatasi pada fakta-fakta umum dengan kelangkaan dokumen. Dasar-dasar dari kepastian sejarah merupakan pengalaman pribadi seseorang, atau kesaksian orang yang lain. Pengamalan pribadi, dimana pengalaman itu ada, bisa digantungkan sebagai sumber dari pengetahuan tertentu.

Sumber :
Garaghan, Gilbert. 1957. A Guide to Historical Method. New York: Fordham U.P.
Kartodirdjo, Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
U.P.Hugiono. 1992. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta : Rineka Cipta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar